Jumat, 20 Januari 2017

Mimpi

Suatu malam aku bermimpi. Entah untuk ke berapa kalinya. Di dalam mimpi itu, kita dan beberapa teman lain sedang berada di dalam kelas. (Aku lupa bagaimana alur cerita lebih lengkapnya). Yang kuingat, ketika aku sedang duduk, kau memberikanku secarik kertas. Aku menerima dan segera membukanya. Aku seketika terdiam setelah membaca isinya, seiring dengan gerakan kepalaku yang menatapmu pergi. Dalam kertas kecil itu tertulis;

"Malu sama Allah"

:')

Bersambung..........


Senin, 09 Januari 2017

Najma yang Berharga ✩

Hari ini aku terharu sekaligus sesak. Entahlah. Berawal dari memandang salah satu anak didikku sedang berwudhu. Aku terharu ia sudah banyak perkembangan dari awal masuk ke sekolah kami. Anak yang satu ini istimewa bagiku. Aku sangat berhati-hati apapun yang terjadi padanya, lebih dari pada anak-anak yang lain. Bukan karena aku memanjakannya, atau menyayanginya lebih, semua sama bagiku, rasa sayang ke semua anak tak ada bedanya. Hanya saja mungkin aku lebih memperhatikan dia dibandingkan anak yang lain, karena kataku tadi, dia istimewa.
***
Aku kaget dan hatiku seperti teriris mendengarnya, ketika kutahu kabar itu. Sudah lama, sekitar satu tahun yang lalu, ketika anak ini pertama kali mendaftar di sekolah sederhana kami. Saat itu Orang tua (Ibunya) anak ini menyerahkan formulir yang sudah diisi padaku, kemudian aku menjelaskan mengenai sekolah kami, juga informasi yang lainnya. Setelah selesai, masih di muka pintu, beliau berkata:
“Ukhti, maaf Kalau Najma (sebut saja namanya Najma, disamarkan) tidak bisa masuk sekolah, bukan karena malas atau apa, karena Najma harus ke rumah sakit”.
“Oh iya tidak apa-apa bu, memangnya Najma sakit apa ya kalau boleh tahu?”, tanyaku spontan. Masih diambang pintu, percakapan hening sejenak, aku melihat Ibu Najma seakan kelu mengucapkannya dengan mata sedikit berkaca-kaca dan bibir bergetar, ia menjawab “Itu….. thalassemia.” Aku menatap Ibu Najma sejenak, seakan tidak percaya, sedih, sakit rasanya, tiba-tiba ingin menangis disitu juga, tapi tak kuasa.  Aku terdiam hingga tak sadar anak-anak sudah berlarian masuk ke dalam kelas, aku mengungkapkan permintaan maafku kalau-kalau pertanyaan itu terdengar kurang pantas atau malah membuatnya sedih, tak lupa mendoakan Najma. Ibu Najma pamit, berlalu, kelas dimulai.
***
Sejak saat itu, aku lebih berhati-hati memperlakukan Najma. Najma saat itu masih berusia 5 tahun , Ia anak yang baik, penurut, tidak banyak bicara seperti yang lainnya. Ia baru masuk taman kanak-kanak tahun ini. Wajahnya terlihat sayu pembawaannya terlihat selalu lemah dan lesu. Aku memakluminya karena aku tahu itu bagian dari gejala penyakit yang dideritanya. Aku selalu berusaha membuatnya tersenyum. Aku tidak ingin membiarkannya melakukan pekerjaan yang berat. Biarlah, bagiku, kehadirannya di sekolah kami pun sudah sangat berarti :’)
Sesungguhnya dalam diri Najma terdapat semangat yang sangat besar, karena aku dapat melihat dari data kehadiran Najma yang tak pernah absen, kecuali hanya ketika sakit dan pergi ke rumah sakit untuk transfusi darah satu bulan sekali. Bahkan belakangan ini menjadi 2-3 minggu sekali.
Najma anak yang rajin, ia mudah menyerap apa yang dipelajarinya, seperti nama-nama huruf hijaiyah dan hafalan surat-surat pendek. Meskipun suaranya tenggelam, kalah oleh suara anak-anak lain yang lebih lantang saat membaca hafalan surat-surat pendek bersama-sama, tapi aku bisa membaca melalui gerakan bibirnya, ia mengikuti bacaannya. MasyaAllah. Aku bahagia sekali.
Ketika istirahat berlangsung, tak jarang Najma hanya diam di dalam kelas, tidak seperti teman-temannya yang aktif bermain kejar-kejaran atau petak umpet, atau berlarian kecil menuju lapangan depan masjid. Aku pun tak ingin membiarkan Najma sendirian, kuminta satu atau dua anak perempuan mengajaknya istirahat diluar, tak lupa untuk menggandengnya dan berjalan hati-hati tanpa harus berlarian. Aku senang teman-temannya pun mengerti dengan kondisi Najma.
Tak jarang teman-temannya saling berbagi makanan, mengambilkan meja untuk Najma, atau hanya sekedar mengumpulkan buku milik Najma. Aku bahagia memiliki anak-anak didik seperti mereka, mudah-mudahan bisa terus seperti ini ya.
Bersambung……..


Beloved People I Called: Family❤

Malam itu, seperti dua hari sebelumnya, aku tidur terlalu larut, yaitu sampai jam dua dini hari demi mengerjakan project film bahasa inggris sebagai tugas UAS di kampus. Padahal, besoknya aku harus kembali ke Bandung untuk pergi kuliah. Tapi, mau tidak mau, harus kulakukan agar semuanya dapat selesai dengan baik.

Pagi itu, diawali dengan mama yang membangunkanku lima menit sebelum alarm HP-ku berbunyi. MasyaAllah mama memang alarm terbaik sepanjang masa. Aku lekas bangun dan 'sadar' bahwa aku harus bergegas, bersiap-siap untuk kemudian berangkat sepagi mungkin, karena jarak Subang - Bandung itu tidaklah dekat mengingat kuliah masuk pukul 07.30. Sambil masih terkantuk-kantuk dan rasa penat yang sulit dihindari masih melekat, aku memaksakan diri. Segera bangkit dan pergi ke kamar mandi. 

Selesai aku mandi aku mendapati mama kembali dari membelikan sarapan untuk aku dan Apa, (APA adalah sapaanku untuk ayah) Seawal itu, bahkan ini belum masuk waktu subuh. Mama mengingatkanku untuk sarapan terlebih dahulu, tapi aku masih harus menyelesaikan tugasku yang semalam belum rampung. Ditambah masih sibuk mempersiapkan barang dan perlengkapan yang harus kubawa. 

Aku agak panik karena hari ini ada tiga mata kuliah yang ketiganya adalah tugas tugas yang harus diselesaikan dan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dipresentasikan / di tes. Dan dari ketiganya, aku baru menyelesaikan satu tugas yang sudah benar-benar siap. Aku panik, tapi tidak lama karena kemudian berusaha menenangkan diri serta tetap memohon pertolongan Allah.

Pukul 05.30.
Setelah selesai mempersiapkan diri dan segala perlengkapan. Aku berencana pergi ke Subang kota dengan diantar oleh Apa. Ya, karena aku akan terlambat mendapatkan mobil jurusan Bandung yang akan berangkat lebih pagi jika aku tidak diantar oleh Apa menggunakan motor, mengingat jarak rumahku ke Subang kota adalah 16 KM lebih. 

Maafkan aku, Pa.. sejujurnya aku tidak ingin menyusahkanmu. 

Padahal sebelumnya aku telah meminta untuk diantar adikku yg laki-laki saja, agar Apa tetap di rumah dan bisa bersepeda pagi sesuai dengan jadwalnya hari itu. 
Tapi Apa tidak mengizinkan dan lebih memilih mengantarkanku langsung. Soal ini, kurasa apa mengkhawatirkan adikku. Padahal aku yakin kami akan baik-baik saja dan adikku juga sudah biasa menjemputku ketika aku pulang dan tiba malam hari. Tapi Apa tetap khawatir pada kami, akhirnya Apa memutuskan bahwa ialah yang akan mengantarkanku.

Saat aku akan berangkat, berkali-kali aku masuk ke dalam rumah dan berkata pada adik perempuanku: "Ingatkan aku apa lagi yang harus kubawa"

Ia menjawab :"Dompet? Kunci? Garn*er? Charger?"

"Oh iya charger", dengan cepat aku mencarinya, akhirnya kutemukan kabelnya saja, ah, tak apa, pikirku, kurasa aku masih punya satu di sana.

Disaat panik seperti itu aku tak dapat memastikan 'semua' barangku sudah lengkap masuk ke dalam tas. Malam sebelumnya pun tak sempat kupersiapkan karena aku mengerjakan tugas Project film yang lama sekali rampungnya itu. 

Setelah selesai, aku berpamitan kepada mama.

"Kuenya belum sempat di buat, lain kali saja ya"

Mama berencana membuatkan kue untuk kubawa sebagai bekal. Tapi ia tak sempat membuatnya karena aku pun mengerti, aku akan pergi sepagi ini sementara membuat kue membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Aku mengerti, tidak masalah, Ma. 

Aku berpamitan, mencium tangannya lalu pergi ke depan, dimana Apa telah menungguku,

Seperti biasa, apa bertanya:

"Teu aya nu kakantun?"
"InsyaAllah atos sadayana"
"Hape, kade.."
Segera aku mengecek tasku, kudapati HP ku disana.
"Aya,Pa.."

Segera aku naik ke motor. Selama dalam perjalanan, Apa tidak banyak bicara seperti biasanya, hanya terkadang bertanya tentang kuliahku, pekerjaanku, dan juga mengkhawatirkan mengapa aku terbatuk-batuk saat itu. Tak lupa menasihatiku atas jawaban dari setiap pertanyaannya. Juga mengingatkanku agar banyak minum air putih. (Salah satu hal yg paling sering kedua orang tuaku ingatkan kepada kami, anak2nya)

Diboncengi Apa, jadi teringat saat aku masih kecil. Aku sering diajak jalan-jalan oleh Apa menggunakan sepeda, juga motor (ketika sudah ada). Keluarga kami bukanlah keluarga yang sering menghabiskan waktu di tempat wisata atau tempat liburan yang menyenangkan, cukup menghabiskan waktu di rumah, menikmati masakan ibuku, atau sekedar berkumpul di ruang TV pun adalah hal yang tak ternilai harganya. Termasuk diboncengi Apa pergi jalan-jalan adalah salah satu hal yang membahagiakan bagi masa kecilku, dan kurasa bagi masa kecil kakak dan adikku juga.

Sepanjang perjalanan aku menikmati hembusan angin pagi, juga pemandangan langit  yang mempesona, jingga, biru, pink... semuanya ada disana berkolaborasi menjadi sentuhan yang tak bisa terelakkan keindahannya. Semakin jauh, kendaraan yang kutumpangi melaju menembus jalanan, cahaya semakin terang karena mentari mulai menyeruak, hendak menampakkan dirinya diufuk timur. Hangat, rasanya... momen yang tak bisa kucampakkan begitu saja. Hingga saatnya kami berada di atas jalan layang, lebih tepatnya jalan yang melintang di atas jalan tol Cipali, Aku dapat melihat lebih jelas lukisan Allah itu, maka dengan usaha seadanya kupotret menggunakan kamera ponsel yang ternyata hasilnya pun blur. (Tak apa, setidaknya aku sudah berusaha mengabadikan momen, hehe.)

Ah, Apa... momen saat itu tak bisa kudapatkan lagi dengan mudah mengingat waktu dan jarak yang sudah lebih sering memisahkan kita. Juga, aku bukan anak kecil lagi sekarang, seharusnya akulah yang melakukan kebahagiaan itu untukmu :')

Setengah jam lebih akhirnya aku tiba di tempat dimana mobil jurusan Bandung yg menjadi tujuanku itu berada. Awalnya aku sempat khawatir akan terlambat, mengingat biasanya elf atau kendaraan umum akan menunggu penumpang sangat lama, tapi dengan saran ibu dan kakakku yang sudah pernah naik di tempat ini, maka aku lega dan bisa lebih tenang saat menumpanginya.

Aku masuk ke dalam elf, memilih tempat yang dekat dengan pintu keluar. Baru ada 5 penumpang saat itu. Tapi entah kenapa aku tetap merasa tenang, dan percaya bahwa mobil ini akan segera berangkat. 

Meskipun begitu, aku masih tetap memohon pertolongan dan perlindungan-Nya agar perjalananku juga semua urusanku hari ini dapat berjalan dengan lancar. Karena aku tau, tanpa-Nya, aku mungkin tak akan bisa sampai ke sini, detik ini.

Apa meng-SMSku,
"Atos aya penumpangna? Apa di gang Palab*an ngantosan infona"

"Atos ayaan tapi teu acan pinuh.."

"Sabar + doa tong hilap".

Ternyata Apa menungguku di tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat aku turun, memastikan mobil yang kutumpangi sudah dipenuhi penumpang, lalu berangkat dengan selamat. Ah apa, lagi-lagi... :')  

Tak lama setelah SMS Apa itu, penumpang berdatangan satu persatu, hingga akhirnya penuh dan kemudian mobil berangkat, akupun segera mengSMS Apa bahwa mobilku sudah akan pergi. 

Perlahan mobil itu melaju, menjauh dari tempatnya semula, meninggalkan Apa yang menungguku di suatu tempat, meninggalkan kota kelahiranku. 

Ah, sedih rasanya. 
Masih ingin berada di rumah. 
Masih ingin bersama mereka. 
Masih ingin menghabiskan waktu bersama adik-kakak-dan keponakan-keponakanku yang lucu. 
Masih ingin bersepeda sore bersama adik perempuanku.
Masih ingin ingin melukis bersama adik laki-lakiku.
Masih ingin menyempatkan membuat kue.
Masih ingin menyempatkan membersihkan taman.
Masih ingin melihat bunga pink bermekaran lebih banyak lagi, mengingat dua hari sebelum aku pergi, bunga itu sudah bermunculan karena hujan yang mengguyur mereka malam harinya.
Ah....masih banyak lagi yang sangat ingin dilakukan di rumah. Belum sempat terceklis semua daftar "to do list" yang pernah kubuat.

Memang benar, waktu tak dapat berhenti, atau bahkan kembali lagi, kecuali sang pemilik waktu benar-benar menghendakinya. Kesempatanku sudah habis kali ini, tapi bukan berarti telah berakhir.

Dan yang harus aku lakukan adalah... tentu saja; BERSYUKUR
Bersyukur karena Allah masih memberikan waktu untuk dapat bertemu dengan orang-orang yang kucintai, di tempat yang aku sangat nyaman tinggal didalamnya.
Bersyukur karena masih sempat melihat mereka dalam keadaan sehat dan bahagia. 
Bersyukur karena masih bisa ada untuk mereka.
Bersyukur untuk hal sederhana yang ternyata mempesona.
Bersyukur, bersyukur, bersyukur.. Karena kita tidak tahu, hidup yang terkadang kita keluhkan ini, mungkin saja adalah hidup yang sangat orang lain inginkan. Masya Allah.

- فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ -

"Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
(Q.S.Ar-rahman)