Percakapan kamis siang
FR :”Ada rasa sakit di satu perahu
yang tak kunjung menemui pelabuhan”
MS :”Segera menepilah”
FR :”Dalam
ketiadaan? Ini bukan ranjang anak kecil yang penuh mimpi-mimpi indah”.
MS :”Bermimpilah, selama gratis,
apapun pasti berbuah jalan yang manis”
FR :”Ketahuilah
kepala ini sudah tak sebersih dulu. Mimpi, hanya akan memperburuk kenyataan”
MS :”Bermain
dengan imajinasi berbumbu harapan tidaklah salah, tetaplah bermimpi dan jangan
hindari kenyataan. Mimpi itu menyenangkan.
Mimpi itu baik. Mimpi itu doktrin terpositif untuk otak penuh asap ini”.
FR :”Mimpi
itu buruk. Menyesatkan. Sebuah pendidikan tentang kemandirian. Kesendirian”.
MS :”Mungkin
bagi sebagian orang yang beristirahat dari mimpinya”.
FR :”Dan
kembali pada sebuah kenyataan, yang tidak beretalase atau tidak beranak cucu.
Kebenaran yang satu, nyata, dan bukan simfoni”.
MS :”Kenyataan
adalah garis yang tajam. Tapi fantasi sebagai gradasi penghalus kerasnya hidup
yang sudah terarsir”.
FR :”Kenapa
semua orang bersikeras menjadikan angin nyata,lalu tercekik oleh wujudnya?”.
MS :”Tak
semua. Ada yang memindai impian. Angin baik akan berhasil menyejukkan. Angin
jahat sebaliknya, meruntuhkan karena keegoisan semata”.
FR :”Ini
bukan masalah angin berperingai. Tapi, ini tentang hal yang menyesatkan. Sebuah
mimpi.yang merajakan seorang budak. Lucunya, akar tak mampu memanjat”.
MS :”Mimpi
itu baik, jika tak baik, itu bukan mimpi, tapi “keinginan” berbubuhi egoisme
kecil yang kemudian membesar. Dimana keadilan? Ketika mampu menyelaraskan harapan dengan
realita. Ketika bermimpi menyenangkan dalam waras”.
Fakhrunnisa Ritma
& Mayastika Salma
17/10/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar